Kamis, Februari 28, 2008

Cara Hebat Bikin Duit Secepat Kilat

"Saya Akan Membuka Satu Satunya RAHASIA Terhebat Masa Kini Yang Telah Membuat Sedikit Orang Mendadak Jadi Milyuner Hanya Dengan Meng-klik Beberapa Kali Seminggu Saja… Pertama Kali Terbuka Untuk Diketahui Orang Indonesia!"

...Dan Akan Membuat Anda Kaya Melebihi Mimpi Anda!




Hati-hati pakai earphone

Tuli Mengancam Kaum Muda

Menurut penelitian, ketulian menyerang orang makin dini. Penyebabnya adalah gaya hidup modern, seperti mendengarkan musik melalui earphone.
Entakan irama musik menemani perjalanan Linda sebut saja begitu namanya selama penerbangan dari Bangkok menuju Jakarta .
Sejak pesawat lepas landas hingga mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, sekitar tiga setengah jam, earphone yang tersambung pada alat pemutar musik mini terus menempel di telinga gadis 18 tahun ini.

Semula Linda merasa asyik dan nikmat bisa mendengarkan musik kesayangannya tanpa peduli orang sekitar. Namun, ketika kupingnya tak lagi disumpal, dia terkejut.
Ternyata kupingnya terus berdengung dan gerebek-gerebek. Berkali-kali Linda menelan ludah, berharap dengungan dan rasa "penuh" di telinga segera pergi, tapi gagal.
Kupingnya malah makin budek. Hiruk-pikuk kesibukan bandara cuma terdengar sayup-sayup.

Untunglah, perlahan-lahan dengungan itu memudar. Tapi Linda merasa pendengarannya tak setajam sebelumnya. Kondisi ini memaksanya mendatangi klinik telinga, hidung, dan tenggorokan (THT). ¨Dia mengalami ketulian sampai 110 desibel,¨ kata Ratna D. Restuti, dokter spesialis THT dari Rumah Sakit Proklamasi, Jakarta Pusat, yang menangani gadis itu.

Angka 110 menunjukkan ukuran intensitas pendengaran atau audiogram. Untuk orang dengan pendengaran normal, audiogramnya terletak antara nol dan 20 desibel. Di atas angka itu, artinya kondisi telinga sudah tidak beres.

Kebiasaan mendengarkan musik dengan alat yang langsung disumpalkan ke telinga (earphone) yang menjadi tren di kalangan anak muda masa kini membuat prihatin Ratna. Apalagi lingkungan sekarang tak bebas dari kepungan suara bising : rumah dengan suara berbagai peralatan elektronik, jalan raya yang penuh kendaraan bermotor, tempat-tempat hiburan dengan musik keras, dan pabrik yang penuh geraman mesin.

Menurut hasil penelitian Jenny Bashiruddin, yang juga ahli THT, efek bising ini memang luar biasa. ¨Tak ada yang menyadari, misalnya, pusat permainan anak-anak di mal juga sumber bising berbahaya, karena tingkat kebisingannya mencapai 90-95 desibel, kata Jenny, yang melakukan penelitian efek bising di berbagai tempat selama 2007.

Dengan tingkat suara setinggi itu, anak-anak seharusnya hanya boleh tinggal satu-dua jam. Jika lebih lama dari itu, akan terjadi kelelahan koklea (rumah siput), yang berperan penting dalam proses pendengaran. Kelelahan koklea yang terjadi terus-menerus dan tak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan pendengaran menetap. Menurut Jenny, makin sering dan lama diserbu kebisingan, makin cepat berkurang masa seseorang mampu mendengar secara normal.

Alhasil, tuli pun makin dini menyerang orang.
Ini rupanya menjadi kecenderungan global. Di Amerika Serikat, melalui penelitian lebih komprehensif, telah disimpulkan bahwa pendengaran sekitar 5,2 juta anak berusia 6-19 tahun terganggu gara-gara terlalu sering terpapar musik keras akibat pemakaian Walkman dan iPod, kebiasaan menikmati televisi ukuran jumbo dengan suara menggelegar, atau pergi ke klub joget dengan musik tekno ajib-ajib.

Para ahli kesehatan di sana memperkirakan anak-anak iPod generation ini bakal lebih awal mengalami presbiakusis (tuli karena usia lanjut), yakni pada usia 40-an tahun. Padahal, secara normal, pengurangan kualitas pendengaran baru terjadi saat menginjak usia 60-70 tahun. Kondisi Indonesia pun tidak jauh berbeda. Apalagi makin banyak saja orang wira-wiri dengan kabel bersumpal ¨tertancap¨ di telinga.

Bila tidak percaya kedahsyatan dampaknya, lihat saja nasib Linda. Menurut Ratna, gadis muda itu didiagnosis mengalami tuli akibat bising karena telah mendengarkan musik dengan perangkat yang langsung menempel di telinga secara terus-menerus lebih dari tiga jam. Alat seperti ini semakin berakibat buruk karena si pemakai cenderung menggeber volume keras-keras agar telinga mereka tidak terganggu suara berisik di sekitarnya. ¨Seperti jika digunakan di kendaraan, termasuk pesawat dan kereta api,¨ kata Ratna.

Untunglah Linda segera mendapat pertolongan. Dengan terapi hiperbalik memberinya obat-obatan khusus tingkat ketuliannya berkurang, tapi tak sembuh. ¨Tuli akibat bising memang cuma bisa dikurangi, tidak bisa pulih seratus persen jadi normal kembali,¨ ujar Ratna. Sebab, yang rusak adalah sel rambut pada organ telinga bagian dalam yang berfungsi menangkap rangsangan atau frekuensi suara. Bila bagian ini sudah terganggu dan rusak, tak akan bisa kembali normal.

Menurut Damayanti Soetjipto, ahli THT dari Rumah Sakit MMC, Jakarta Selatan, paparan bising merupakan salah satu penyebab ketulian di Indonesia, yang kasusnya mencapai 0,4 persen dari total jumlah penduduk. Penyebab lainnya adalah congek, serumen (kotoran telinga), obat-obatan, usia lanjut, tuli sejak lahir, dan tuli mendadak. ¨Sebenarnya sebagian bisa dicegah, tapi kesadaran masyarakat soal ini masih rendah,¨ katanya.

Untuk mendongkrak kesadaran masyarakat itu, Komisi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian dibentuk dan diresmikan Sabtu dua pekan lalu di Jakarta . Damayanti, yang menjabat sebagai ketua, menerangkan komisi nasional ini dibentuk atas rekomendasi lembaga regional yang dibentuk Badan Kesehatan Dunia (WHO), Sound Hearing 2030.
Tujuan utamanya mengurangi kasus gangguan pendengaran dan ketulian hingga 50 persen pada 2015, dan 90 persen dalam 15 tahun berikutnya.

Masalahnya, kebisingan belum dianggap sebagai ancaman serius. Bising malah dianggap keren.. Beberapa aktivitas kehidupan modern identik dengan kebisingan. Konser-konser musik digelar dengan sound system makin canggih. Tengok juga sejumlah kafe dan diskotek serta berbagai tempat nongkrong anak muda yang bertebaran di penjuru kota . Juga jalan raya yang makin semrawut dan bising. Itu semua masih ditambah dengan hobi mendengarkan musik dengan earphone. Sepertinya, makin bising makin keren. Tapi, jika sudah tuli, pasti tidak lagi keren.

Nunuy Nurhayati

Suara Mengalir Sampai Jauh
1. Saat suara masuk, tulang-tulang pendengaran bergetar.
2. Suara lalu diteruskan ke koklea (rumah siput), yang terletak di bagian tengah telinga.
3. Pada koklea terdapat sel-sel rambut yang berfungsi menangkap rangsangan atau frekuensi suara.
4. Sel rambut juga berfungsi mengubah energi akustik menjadi rangsang listrik untuk dapat diteruskan ke pusat persepsi pendengaran di otak..
    • Suara berfrekuensi lebih dari 80 desibel dapat membuat sel-sel rambut mengalami kelelahan.
    • Sel-sel rambut yang sering lelah lama-kelamaan rusak.
    • Kerusakan pada sel rambut menyebabkan terganggunya proses mendengar. Akibatnya, terjadi penurunan fungsi pendengaran.
    • Pada awalnya, penurunan fungsi pendengaran hanya bersifat sementara, tapi bila paparan bising berlangsung terus, kerusakan akan permanen.


Batas Intensitas Kebisingan Lama Pemaparan
Ruangan tenang: 30-40 desibel 80 dB 16*
Percakapan normal: 65 desibel 85 dB 8*
Pengisap debu, televisi: 60-70 desibel 90 dB 4*
Walkman/iPod: 96 desibel 95 dB 2*
Arena bermain anak di mal: 90-95 desibel 100 dB 1*
Diskotek atau klub malam: 100-120 desibel 105 dB 1/2*
Orkes simfoni: 110 desibel 110 dB 1/4*
Konser musik: rock 110-140 desibel 115 dB 1/8*
*Lama pemaparan tiap hari (jam)

Source : Tempo


Rabu, Februari 27, 2008

Cara Otak Bekerja

CARA OTAK BEKERJA

Petunjuk "melihat" gambar terlampir :

Kalau pandangan mata Anda mengikuti gerakan putaran bulatan warna PINK, maka hanya akan terlihat bulatan satu warna yaitu PINK .

Tapi kalau pandangan mata Anda ke tanda " +" hitam di tengah, maka bulatan yang berputar akan berubah warnanya menjadi HIJAU.
Kemudian jika pandangan mata Anda konsentrasi penuh ke tanda "
+ " hitam di tengah-tengah gambar, maka perlahan-lahan bulatan warna PINK akan menghilang, dan hanya akan terlihat satu saja bulatan yang berputar yaitu warna HIJAU .

Sangat mengagumkan cara otak kita bekerja. Sebenarnya tidak ada bulatan warna hijau, dan bulatan warna pink juga tidak menghilang.

Rasanya cukup membuktikan bahwa kita tidak selalu melihat apa yang kita pikir, dengan kata lain kita melihat sesuatu "bukan apa adanya" tapi "sebagaimana kita melihatnya" .

Kadang kita menghadapi suatu masalah merasa "sangat sulit" atau "sangat berat" (baik di tempat kerja, di keluarga, di lingkungan masyarakat maupun masalah pribadi diri sendiri), bahkan kadang terlintas pertanyaan di benak kita, kenapa demikian berat beban masalah/cobaan yang kita terima ? (padahal kalau kita menerima anugrah/hadiah/ kenikmatan yang demikian besar, kita tidak pernah mempertanyakan nya, kenapa kok saya yang menerima). Dan kadang kita lupa dengan doa : berilah beban yang aku sanggup memikul nya....

Berat/ringan, kecil/besar, masalah/bukan masalah, sedih/gembira, hukuman/pahala, derita/bahagia. ..dst. hanyalah "cara pandang" kita terhadap sesuatu ?

Suatu peristiwa/kejadian yang sama, namun jika melihatnya dengan sudut pandang yang berbeda serta me-makna-i nya dengan berbeda kemudian menyikapinya dengan cara yang berbeda pula, maka hasil nya juga akan berbeda. Semua hanya ada di benak kita sendiri ! Karena otak kita lah yang membuatnya berbeda ! Jika suatu peristiwa yang negatif namun kalau kita memandang/memaknai nya sebagai hal yang positif dan kita menyikapi dengan cara yang positif maka hasilnya pun akan positif pula. Dan begitu sebaliknya.. .

.


Celana Melorot

Celana Melorot

Ini berita dari Amerika Serikat, negara yang dikenal sangat liberal. Kota Alexandria dan Shreveport dua kota di negara bagian Louisiana, AS membuat peraturan baru: melarang remaja putra dan putri mengenakan celana melorot di bawah pinggang yang memperlihatkan (maaf) celana dalam mereka.

Peraturan itu, tulis Kantor Berita AFP Prancis 29 Agustus 2007, diterima secara bulat. Larangan ini lahir setelah warga memprotes gaya berpakaian para remaja, yang berjalan dengan celana melorot di bawah pinggang itu. Gaya tersebut, menurut Konselor Kota Alexandria, Louis Marshall, tidak sopan.

Louis Marshall, yang hidup dalam tradisi demokrasi, beruntung. Pelarangan itu sama sekali tidak menuai protes. Tidak ada aktivis yang menyatakan peraturan tersebut melanggar hak asasi manusia, antipluralisme, dan konservatif.

Bayangkan jika di Indonesia, negara yang baru saja menghirup udara demokrasi. Louis Marshall akan dikecam dan dianggap telah membunuh kebebasan individu untuk berkreasi. Keputusan pelarangan tersebut bahkan akan diejek sebagai 'campur tangan pemerintah terhadap hak pribadi warga negara'.

Ini yang terjadi di Indonesia. Pada Desember 2004, seratus hari pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan kegusarannya atas tayangan televisi. Melalui Menko Kesra Alwi Shihab ketika itu, Presiden yang kuat memegang norma agama dan sosial itu meminta media televisi untuk tidak mempertontonkan pusar perempuan. "Itu sangat mengganggu," kata Presiden saat itu.

Pernyataan SBY itu baru sebatas permintaan, belum menjadi keputusan. Namun, tidak terlalu lama berbagai reaksi dari kalangan aktivis perempuan bermunculan dalam diskusi-diskusi dan tulisan di media massa. Mereka antara lain menyatakan, SBY telah melanggar prinsip demokrasi, terhadap hak asasi, dan kebebasan individu berekspresi.

Mereka menentang keras pernyataan SBY itu. Menurut mereka, apabila negara dibiarkan mengatur hak pribadi warga negara, di antaranya soal pusar tadi, maka demokrasi dan kebebasan individu untuk berkreasi, pun mati. Itu pulalah yang menjadi alasan mereka menentang Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi. Apabila disahkan, maka RUAPP tersebut akan mengatur tubuh perempuan demi kepentingan politik konservatif.

Alexandria dan Shreveport, dua kota di negara bagian Louisiana, AS, telah memberlakukan keputusan, yang melarang remaja putra dan putri mengenakan celana melorot. Keputusan itu disambut baik warga, yang sejak lahir telah menghirup udara demokrasi. Tidak ada yang protes dan menyebutnya sebagai antikebebasan berekspresi, antipluralis, konservatif, dan pertanda matinya demokrasi.

Demokrasi, sistem yang memiliki berbagai kelemahan, sesungguhnya tidak mati hanya karena pelarangan celana yang melorot dan pelarangan memperlihatkan pusar. Pandangan yang berlebihan terhadap demokrasilah apalagi membenturkannya dengan nilai-nilai di masyarakat, nilai-nilai agama, dan menyebutnya sebagai konservatif yang memungkinkan sistem itu kehilangan esensinya.

Di Alexandria dan Shreveport, remaja-remaja tidak lagi mengenakan celana melorot. Mereka tidak merasa menjadi konservatif apalagi antidemokrasi. Di Indonesia, para remaja bebas membiarkan (maaf) celana dalamnya menyembul. Inilah yang disebut para aktivis sebagai kebebasan berekspresi. Dan, para aktivis itu sangat takut demokrasi mati hanya karena remaja menutup pusarnya.
(Asro Kamal Rokan )